rumahsunatalikhwah.com

PENDEKATAN PSIKOLOGIS PADA ANAK YANG AKAN SUNAT ATAU KHITAN

Saat datang ke tempat sunat atau khitan akan banyak kita temukan berbagai variasi kondisi psikologi pasien yang akan di sunat. Baik pasien anak-anak atau dewasa akan memberikan gambaran yang sangat berbeda-beda. Sebagaimana kita ketahui bersama , untuk umat Islam sunat sudah merupaka suatu kewajiban, sehingga mau tidak mau seorang muslim laki-laki wajib sunat. Lain hal dengan masyarakat non muslim, khitan atau sunat ini bukan merupakan kewajiban, akan tetapi di anggap salah satu tindakan positif, dengan berbagai manfaat bagi kesehatan yang menjadi pilihannya. Dari berbagai variabel yang ada , maka akan memberikan gambaran psikologi yang berbeda-beda pula. Pada kesempatan ini kami dari Rumah Sunat Al Ikhwah Sesetan Denpasar Bali ingin sedikit memberikan ulasan tentang berbagai kondisi psikologi yang sering kami hadapi dalam praktek sunat.

                Tentunya kami bisa sedikit bercerita tentang kondisi psikologi ini karena setiap liburan sekolah Rumah Sunat Al Ikhwah Sesetan Alhamdulillah selalu di berikan kepercayaan untuk meng khitan banyak pasien terutama anak-anak. Saat liburan sekolah tiba, jadwal pasien mulai setelah subuh sampai malam penuh. Dari sekian banyak pasien, kami coba menggambarkan beberapa kondisi dan penanganan seperti apa yang bisa dilakukan oleh pasien atau keluarga pasien sunat atau khitan.

                Saat datang ke tempat khitan, seorang dokter yang sudah berpengalaman bisa melihat secara kasat mata dan memperkirakan tingkat kesiapan seorang anak hanya dengan melihat sorot mata nya.  Setelah itu baru dengan memberikan bebrapa pertanyaan, sapaan, candaan dan beberapa interaksi antara anak dengan dokter , maka dokter bisa menarik kesimpulan bahwa anak tersebut siap , tidak siap, setengah siap atau siap tapi ketakutan dengan tindakan sunat itu sendiri. Hal ini berlaku bagi anak-anak maupun pasien dewasa. Dari kesimpulan awal yang di dapatkan tersebut dokter akan merumuskan pendekatan seperti apa yang harus di lakukan pada pasien. Tentunya kondisi satu pasien dengan pasien yang lain akan berbeda, dan disini pengalaman dan jam terbang sangatlah menetukan kemampuan dokter untuk “merayu” pasien yang akhirnya secara sukarela mau di lakukan tidakan sunat.

                Seorang anak memiliki latar belakang yang berbeda-beda saat akan di sunat. Ada anak sunat karena di paksa oleh orang tuanya dan sebenarnya dia belum siap untuk sunat, ada anak sunat karena keinginan sendiri karena liat teman sebayanya atau saudara yang sepantaran sudah sunat akhirnya dia meminta orang tuanya untuk di sunat, ada yang sunat karena kondisi sakit yang menyebabkan mau tidak mau harus di sunat. Kondisi dimana anak sudah meminta untuk sunat merupakan kondisi terbaik, dimana anak benar-benar menyadari permintaannya dan sudah sipa dengan berbagai kondisi yang akan di hadapi saat proses sunat.

                Dari sekian kondisi yang dipaparkan di atas, peran dokter yang berpengalaman dan orangtua sangatlah penting untuk memberikan support dan motivasi pada anak. Dokter harus bisa menempatkan diri di posisi yang sangat nyaman untuk anak yang akan di khitan, tanpa hal itu maka anak akan merasa berhadapan dengan orang asing yang menakutkan yang akan menambah beban psikologi pada anak. Perlu di fahami, seorang anak yg akan di khitan, bahkan pasien dewasa pun akan merasakan ketegangan saat akan menjalani tindakan sunat, hal ini sangat manusiawi dan tidak bisa di hindari, oleh karena itu dokter harus berperan sebagai lemari es yang bisa mendinginkan suasana dan membuat suasana nyaman bagi pasien yang akan di sunat.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Facebook
Twitter
LinkedIn